Mencumbui Pendidikan di Bibir Keresahan

Editor : |

Sabtu, 20 Juli 2019 - 15:57 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PUBLIKASIONLINE.CO – Akulah perempuan. Perempaun yang merasakan ketidaknyamanan di atas pendidikan negeri ini. Kulihat diriku tersungkur lalu diperkosa oleh sistem pendidikan bangsa ini.

Sekitar pukul, 01:17 wita dini hari, seharusnya raga telah tertidur pulas sembari menikmati gelapnya kelopak mata dihangatkan oleh sugesti dalam kepala.

Namun orang-orang lain dalam diriku bangun memberontak menolak itu semua, dan pupilku terus dibayangi oleh ringisan orang-orang minor di kalangannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Langit-langit selalu menampakkan keluhan mereka yang dipinggirkan, ujung hidung mengiring rasa iba, dan miris mengingat fakta yang menarik indahnya imajinasiku, dan masuk ke dalam suramnya realitas bersama alur hidup yang teramat kaku dan menjijikkan

Ternyata hidup di antara masyarakat bermodal dan bergantung pada eksistensi, benar mudah menghegemoni orang-orang di sekitarnya pula, termasuk diriku sendiri.

Mereka kulihat sebagai orang-orang kalah, dan aku adalah bagian dari mereka, memalukan. Bodoh. Kita terlalu rajin memelihara kebodohan ini, yang seharusnya sudah dibuang sejak kita terbangun bersama impian.

Sudah barang tentu, bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa ialah tanggung jawab negara. Pendidikan ialah hak dasar bagi seluruh masyarakat. Pendidikan untuk mencerdaskan.

Salah satunya Kampus sebagai nama dari lembaga Pendidikan Tinggi adalah wadah untuk mendidik orang menjadi manusia.

Kita tahu itu semua, tapi terlalu bodoh untuk mengerti dan menyadari segalanya. Konstruk sosial mengatakan upaya mencerdaskan hanya bisa dilakukan oleh mereka yang bermodal untuk cerdas, sisanya tidak.

Bahwa pendidikan layak diprivatisasi untuk mendiskriminasi, bahwa pendidikan semata-mata untuk memperoleh pekerjaan, dan memenuhi hasrat pasar global.

Bahwa Kampus adalah tempat jual beli fasilitas dan ruang kelas. Kebodohan ini tidak hadir begitu saja, namun percaya atau tidak, sesungguhnya kita berapa pada reinkarnasi pembodohan.

Menjadi mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri berlabel Islam dengan Akreditasi A-nya yang dibangga-banggakan itu, bukanlah hal yang beruntung dan menyenangkan seperti asumsi masyarakat pada umumnya.

Situasi singkatnya tergambarkan seperti ini, bahwa pendidikan berbayar yang tiap tahunnya semakin mahal bagi saya sungguh menyiksa.

Uang Kuliah Tunggal (UKT) ke – III senilai Rp.2.500.000, harus dibayar dengan tangisan dan keluhan lelahnya orang tua yang terpaksa meminjam uang di mana-mana.

Sedikit ajakan diskusi dan kritik pada birokrasi malah membuahi ancaman bagi yang mempertanyakan tindakan mereka.

Dosen membubuhkan tanda tangan di 4 (empat) kolom absen dalam sekali pertemuan, dengan hasutan agar cepat pulang ke kampung halaman.

Mahasiswa diwajibkan beli buku cetak, bahkan baju dinas dari Dosen tertentu yang mengajarnya. Parahnya lagi, mereka yang tidak membeli buku atau baju itu tidak dibenarkan masuk kelas.

Setelah bayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) seyogyanya fasilitas kampus dapat diakses sebagaimana mestinya, tapi faktanya ruang belajar pun masih diprivatisasi di Fakultas.

Penyiksaan, pengekangan, pembodohan, pemerasan, dan penipuan. Begitulah cara saya menyebutnya.

Sesuci apapun labelnya, jika sistemnya kurang ajar, bagi saya sudah seharusnya digampar. Menghadapi hal busuk seperti ini memang memuakkan, tapi untuk menghapusnya bukan semudah menghabiskan uang rakyat.

Mereka begitu banyak, dan saling terikat sehingga untuk menandinginya tak cukup hanya bermodal nekat, harus dengan kapasitas dan strategi yang lebih kuat.

Teman-teman mahasiswa, pemuda dan seluruh eleman warga negara harus tahu, bahwa maksud tulisan ini hadir tak hanya untuk berbagi keresahan, tapi juga untuk membangun wacana pergerakan yang beranjak dari kesadaran.

Uang bukan untuk dimakan, uang bukan kehidupan, uang hanya alat tukar. Mayoritas manusia di berbagai profesi dan kalangan hampir kehilangan seluruh dari nilai kemanusiaan, dan itulah nilainya, bukan angka.

Waktu senggang, saat-saat berkualitas, dan bersosial pun berhasil dikomoditifikasikan. Tugas manusia ialah  memanusiakan manusia tanpa membeda-bedakan atau bahkan mengharap bayaran.

Kesadaran politik ini harus tersebar di seluruh lingkungan yang disertai harapan perubahan.

Sekali lagi kita mesti paham, bahwa perjuangan memang membutuhkan nafas panjang, dan kekuatan persatuan, maka tetaplah saling merangkul dalam tiap upaya gerakan sosial, dan gerakan perubahan. Sebab perubahan besar itu lahir dari karya berjuta-juta massa.

“Jadilah perubahan yang ingin kamu lihat di dunia” Mahatma Gandhi.

Penulis : Renie Aryandani, Mahasiswa semester II, di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar (UINAM).

Facebook Comments Box

Editor :

Berita Terkait

Puluhan Siswa SMAN 5 Selayar Ikuti Sosialisasi Pendidikan Politik Pemilih Pemula
Dorong Kerjasama, Kabid SMK Disdik Sulsel Minta Kepsek SMKN 8 Bulukumba Hadirkan ini!
MKKS Makassar Gelar Rakor di KKM, ini yang Bahas!
Kunker ke Selayar, Kabid Hery Sumiharto Minta TEFA Lebih Digiatkan dan Dimasifkan 
SIAP siap Catat Tanggalnya, Guru Siapkan 14 Berkas Calon Pengawas Sekolah
Usung Tema Penguatan Kinerja GTK, SMAN 5 Selayar Gelar IHT
Komite Hadirkan Orangtua Siswa, Kepsek Buka Kegiatan Konservasi Iklim
Sekdisdik Sulsel Beberkan 150 Lolos Berkas Cakep, Berikut Penjelasannya!
Tag :

Berita Terkait

Jumat, 4 Oktober 2024 - 18:28 WITA

Puluhan Siswa SMAN 5 Selayar Ikuti Sosialisasi Pendidikan Politik Pemilih Pemula

Jumat, 4 Oktober 2024 - 17:03 WITA

Wujudkan Pilkada Damai, Pj.Bupati Bantaeng Bersama Forkopimda Silaturrahmi Paslon Bupati-Wabupati

Jumat, 4 Oktober 2024 - 14:18 WITA

Warga Pasorongi Deklarasi Menangkan Ilham-Kanita di Pilkada Bantaeng

Jumat, 4 Oktober 2024 - 13:55 WITA

Dorong Gerakan Sekolah Sehat, UPT SMAN 3 Sidrap Lakukan MoU Bersama Puskesmas

Jumat, 4 Oktober 2024 - 13:35 WITA

Paman Uji Nurdin Ikut Dukung IAKAN Bersama Koalisi Poros Tengah

Jumat, 4 Oktober 2024 - 09:46 WITA

Mahasiswa asal Bulukumba Siap Pulang Kampung Menangkan JADIMI

Jumat, 4 Oktober 2024 - 09:39 WITA

Gelombang Lintas Aktivis Tak Terbendung Dukung JADIMI di Pilkada

Kamis, 3 Oktober 2024 - 22:42 WITA

Pemdes Bonto Cinde Gelar Musdes, Kades Mantasari Paparkan Kegiatan Rutin Tahunan

Berita Terbaru